Sabtu, 16 Juli 2011

Diabetes Melitus (Tipe 1 dan Tipe 2)

DIABETES MELITUS

I.  Konsep Dasar  Diabetes Mellitus

1.      Pengertian
         Diabetes melitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. (Brunner & Sudarth, 2002).
         Diabetes melitus adalah gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis termasuk heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi karbohidrat. Jika telah berkembang penuh secara klinis, maka diabetes melitus ditandai dengan hiperglikemia puasa dan postprandial, aterosklerotik dan penyakit vaskular mikroangiopati dan neuropati (Price & Wilson, 2006).
         Penyakit ini merupakan penyakit menahun yang timbul pada seseorang disebabkan karena adanya peningkatan kadar gula atau glukosa darah akibat kekurangan insulin baik absolut maupun relatif (Suyono, 2002).

2.      Klasifikasi
2.1  DM tipe 1
Diabetes tipe 1 adalah diabetes yang bergantung pada insulin dimana tubuh kekurangan hormon insulin, dikenal dengan istilah Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM). Hal ini disebabkan hilangnya sel beta penghasil insulin pada pulau-pulau Langerhans pankreas. Tidak keluarnya insulin dari kelenjar pankreas penderita DM tipe 1 bisa disebabkan oleh reaksi autoimun berupa serangan antibodi terhadap sel beta pankreas.
2.2  DM tipe 2
Diabetes tipe 2 adalah dimana hormon insulin dalam tubuh tidak dapat berfungsi dengan semestinya, dikenal dengan istilah Non-Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM). Hal ini dikarenakan berbagai kemungkinan seperti kecacatan dalam produksi insulin, resistensi terhadap insulin atau berkurangnya sensitifitas (respon) sel dan jaringan tubuh terhadap insulin yang ditandai dengan meningkatnya kadar insulin di dalam darah.
2.3  Diabetes mellitus yang berhubungan dengan keadaan atau sindrom lainnya
1)      Penyakit pada eksokrin pankreas menyebabkan pankreatitis kronik
2)      Obat-obat yang bersifat toksik terhadap sel-sel beta
2.4  DM Gestasional
Gestational diabetes adalah kondisi gula darah yang tinggi yang terjadi pada masa kehamilan, terjadi pada orang yang tidak menderita diabetes. Umumnya akan kembali normal setelah masa kehamilan. Karena terjadi peningkatan sekresi berbagai hormon yang mempunyai efek metabolik terhadap toleransi glukosa maka kehamilan adalah suatu keadaaan diabetogenik.

3.      Etiologi
3.1 Pada Diabetes tipe I:
         Ditandai dengan adanya kerusakan sel-sel beta pankreas, yang mungkin  disebabkan oleh kombinasi dari faktor genetik, imunologi dan mungkin lingkungan .
1) Faktor genetik
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri; tetapi mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan genetik kearah terjadinya diabetes tipe I.
2)  Faktor imunologi
Terdapat respon autoimun. Respons ini merupakan respons abnormal dimana antibodi terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut seolah-olah sebagai jaringan asing.
3)  Faktor-faktor lingkungan
 Penelitian  sedang dilakukan terhadap kemungkinan faktor-faktor external yang  dapat  memicu destruksi sel beta. Sebagai contoh virus atau toksin tertentu dapat memicu proses otoimun yang menimbulkan destruksi sel beta.
 3.2 Pada Diabetes tipe II
Penyebab resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin pada diabetes tipe ini sebenarnya tidak begitu jelas, tetapi faktor yang banyak berperan antara lain:
1)      Kelainan genetik
Diabetes dapat menurun menurut silsilah keluarga yang mengidap diabetes. Ini terjadi karena DNA pada orang diabetes akan ikut diinformasikan pada gen berikutnya terkait dengan penurunan produksi insulin.
2)      Usia
Umumnya manusia mengalami penurunan fisiologis yang secara dramatis dan cepat pada usia setelah 40 tahun. Penurunan ini yang akan beresiko pada penurunan fungsi endokrin pankreas untuk memproduksi insulin dan resistensi insulin cenderung meningkat pada usia diatas 65 tahun
3)      Gaya hidup stress
Stress kronis cenderung membuat seseorang mencari makanan yang cepat saji yang kaya pengawet, lemak dan gula. Makanan ini berpengaruh besar terhadap kerja pankreas. Stress juga akan meningkatkan kerja metabolisme dan meningkatkan kebutuhan akan sumber energi yang berakibat pada kenaikkan kerja pankreas. Beban yang tinggi membuat pankreas mudah rusak hingga berdampak pada penurunan insulin.
4)        Pola makan yang salah
Kurang gizi atau kelebihan berat badan dapat meningkatkan resiko terkena diabetes. Malnutrisi dapat merusak pankreas sedangkan obesitas meningkatkan gangguan kerja atau resistensi insulin. Pola makan yang tidak teratur dan cenderung terlambat juga akan berperan pada ketidakseimbangan  kerja pankreas.
5)        Obesitas
Obesitas mengakibatkan sel-sel beta pankreas mengalami hipertrofi yang akan berpengaruh terhadap penurunan produksi insulin. Hipertrofi pankreas pada penderita obesitas disebabkan karena peningkatan beban metabolisme glukosa untuk mencukupi energi sel yang terlalu banyak.

4.      Tanda dan gejala
Pada permulaan gejala yang ditujukan meliputi 3 yaitu :
1)      Poliuria
Hal ini disebabkan oleh karena kadar glukosa darah meningkat sampai melampaui daya serap ginjal terhadap glukosa sehingga terjadi osmotic diuresis yang mana gula banyak menarik cairan dan elektrolit sehingga klien mengeluh banyak kencing.
2)      Polidipsia
Hal ini disebabkan pembakaran terlalu banyak dan kehilangan cairan banyak karena poliuria, sehingga untuk mengimbangi klien lebih benyak minum.
3)      Polifagia
Hal ini disebabkan karena glukosa tidak sampai ke sel-sel mengalami starvasi (lapar) sehingga untuk memenuhinya klien akan terus makan. Tetapi walaupun banyak makan, tetap saja makanan tersebut hanya akan berada sampai pembuluh darah.
Tanda dan gejala kronis :
1)      Penurunan BB dan rasa lemah
Penurunan BB dalam waktu relative singkat merupakan gejala awal yang sering dijumpai. Selain itu rasa lemah dan cepat capek kerap dirasakan, yang disebabkan karena glukosa darah tidak dapat masuk dalam sel, sehingga sel kurang bahan bakar untuk menghasilkan tenaga. Dalam hal ini, sumber tenaga akan diambil dari cadangan lemak dan otot. Lama kelamaan penderita akan kehilangan cadangan tubuh termasuk lemak dan otot, akibatnya badan semakain kurus dan BB menurun.
2)      Gangguan penglihatan
Pada mulanya, penderita DM sering mengeluh penglihatannya kabur, sehingga sering mengganti kacamata untuk dapat melihat dengan baik.
3)      Kesemutan dan rasa tebal
Kesemutan terjadi akibat neuropati
4)      Gangguan fungsi sexual
Impotensi pada penderita DM terjadi karena gangguan syaraf, dan bukan karena kekurangan hormone sex pria (testosterone) yang biasanya masih normal.
5)      Keputihan
Pada penderita DM wanita, keputihan dan gatal merupakan gejala yang sering dikeluhkan, bahkan merupakan satu-satunya gejala yang dirasakan. Hal ini terjadi karena daya tahan tubuh penderita DM kurang, sehingga mudah terkena infeksi antara lain jamur.

5.      Pemeriksaan diagnostik
1)      Glukosa darah sewaktu
2)      Kadar glukosa darah puasa
3)      Tes toleransi glukosa
Kadar darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring diagnosis DM (mg/dl)

Bukan DM
Belum pasti DM
DM
Kadar glukosa darah sewaktu
-          Plasma vena
-          Darah kapiler

Kadar glukosa darah puasa
-          Plasma vena
-          Darah kapiler

< 100
<80


<110
<90

100-200
80-200


110-120
90-110

>200
>200


>126
>110

Test toleransi glukosa:
Ø  > 200mg/dl (DM)
Ø  140 – 199 mg/dl (TGT)
Ø  < 140 mg/dl (Normal)
Penetapan diagnosis penyakit DM berdasarkan WHO:
·         Glukosa plasma sewaktu/random > 200 mg/dl (11,1 mmol/L).
·         Glukosa plasma puasa/nuchter  > 140 mg/dl (7,8 mmol/L).
·         Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah mengkonsumsi 75 gram karbohidrat (2 jam post prandial (pp))  > 200 mg/dl (11,1 mmol/L).

6.      Penatalaksanaan
6.1 Diabetes Mellitus tipe 1
Penderita DM tipe 1 umumnya menjalani pengobatan terapi insulin yang berkesinambungan, selain itu adalah dengan berolahraga serta diet.
6.2 Diabetes Mellitus tipe 2
Difokuskan pada gaya hidup dan aktivitas fisik. Pengontrolan nilai kadar gula darah adalah menjadi kunci program pengobatan yaitu dengan mengurangi BB, diet, olahraga. Jika tidak berhasil, pemberian obat tablet akan diperlukan.
6.3  Ada 4 pilar utama yaitu:
1)      Penyuluhan
Penyuluhan ditujukan pada penderita DM, keluarga, pendamping/orang yang merawat penderita sehari-hari. Penyuluhan bagi pasien DM tidak hanya dilakukan oleh dokter yang menghimbau tetapi juga oleh segenap jajaran yang terkait seperti perawat penyuluh, ahli gizi,pekerjaan sosial. 
2)      Perencanaan Makan
·         Prinsip diet
Prinsip pemberian makanan bagi penderita DM adalah mengurangi dan mengatur konsumsi karbohidrat sehingga tidak menjadi beban bagi mekanisme pengaturan gula darah.
·         Tepat jumlah
Ada  cara yang dibutuhkan untuk menghitung jumlah kalori yang dibutuhkan pasien yaitu dengan cara mengalikan BB dengan 30 untuk laki-laki dan 25 untuk wanita, dan ditambah sesuai kegiatan yang dilakukan:
Ringan
Sedang
Berat
100-200Kcal/jm
200-350Kcal/jam
400-900Kcal/jm
Mengendarai mobil
Memancing
Kerja Lab
Kerja sekertaris
Mengajar
Kerja RT
Bersepeda
Jalan cepat
Berkebun
Aerobik
Bersepeda
Memanjat
Menari, lari
Sepak bola
Tennis


Penentuan Status Gizi berdasarkan Rumus Brocca
Pertama-tama dilakukan perhitungan BB idaman berdasarkan rumus:
BB idaman (BBI kg)=(TB cm-100)-10%
Untuk laki-laki <160 cm, wanita <150, perhitungan BB idaman tidak dikurangi 10%.
Penentuan status gizi dihitung dari: (BB actual:BB idaman) x 100%
BB kurang: BB<90%BBI
BB normal: BB90-110% BBI
BB lebih: BB 110-120% BBI
Gemuk: BB>120% BBI
Penentuan kebutuhan kalori per hari
1. Kebutuhan basal:
laki-laki: BBI (kg) x 30 kalori
wamita BBI (kg) x 25 kalori
2.Koreksi atau penyesuaian:
Umur diatas 40 tahun : -5%
Aktivitas ringan(duduk,nonton TV):+ 10 %
Aktivitas sedang (kerja kantoran,Ibu RT): +20%
Aktivitas berat(olahragawan, tikang becak):+30%
BB gemuk : -20%
BB lebih :-10%
BB kurus :+20%
Stres metabolik (infeksi, operasi) :+10-30%
Kehamilan trimester I dan II :+300 kalori
Kehamilan trimester III dan menyusui: +500 kalori
Makanan tersebut dibagi dalam 3 porsi besar untuk makan pagi (20%), makan siang (30%), makan malam (25%) serat 2-3 porsi ringan (10-15%) diantara makan besar.
·         Tepat jenis
Ø  Bahan makanan yang harus dihindari: gula murni dan bahan makanan yang diolah dengan menggunakan gula murni seperti: gula pasir, gula jawa, madu, sirop, alkohol (Alkohol dapat memperburuk penderita hiperlipidemia dan dapat mencetuskan hipoglikemia terutama jika tidak makan).
Ø  Makanan yang dibatasi: sumber hidrat arang kompleks seperti: nasi, lemak jenuh , lontong, ketan, jagung, roti, singkong, talas, kentang, sagu, mie.
·         Tepat jadwal
Antara porsi besar dengan makanan selingan diberi jarak 3 jam.
3)      Latihan jasmani
Latihan jasmani dianjurkan secara teratur yaitu 3-4 kali dalam seminggu selama kurang lebih 30 menit yang sifatnya CRIPE (Continuous, rhytmical, interval, progresife, endurance training). Adanya kontraksi otot akan merangsang peningkatan aliran darah dan penarikan glukosa ke dalam sel.
4)      Obat-obatan
Golongan obat-obat DM
(1)   Golongan sulfoniluria: merangsang sel beta pankreas mengeluarkan insulin.
(2)   Golongan binguanid: merangsang sekresi insulin yang tidak menyebabkan hipoglikemia.
(3)   Alfa glukosidase inhibitor: menghambat kerja insulinalfa glukosidase didalam saluran cerna sehingga dapat menurunkan penyerapan glukosa dan menurunkan hiperglikemia post prandial.
(4)   Insulin sensitizing agent: efek farmakologi meningkatkan sensitifitas berbagai masalah akibat resistensi insulin.
·         Kerja cepat: RI (regular insulin) dengan masa kerja 2-4 jam contoh obat: actrapid.
·         Kerja sedang: NPN dengan masa kerja 6-12 jam.
·         Kerja lambat: PZI (protamme zinc insulin) masa kerja 18-24 jam.

7.      Komplikasi
Menurut Price & Wilson (2006), komplikasi DM dibagi dalam 2 kategori mayor, yaitu komplikasi metabolik akut dan komplikasi vaskular jangka panjang.
7.1  Komplikasi Metabolik Akut
1)   Hyperglikemia.
      Menurut Sujono & Sukarmin (2008) hiperglikemi didefinisikan sebagai kadar glukosa darah yang tinggi pada rentang non puasa sekitar 140-160 mg/100 ml darah.
Hiperglikemia mengakibatkan pertumbuhan berbagai mikroorganisme dengan cepat seperti jamur dan bakteri. Karena mikroorganisme tersebut sangat cocok dengan daerah yang kaya glukosa. Setiap kali timbul peradangan maka akan terjadi mekanisme peningkatan darah pada jaringan yang cidera. Kondisi itulah yang membuat mikroorganisme mendapat peningkatan pasokan nutrisi. Kondisi ini akan mengakibatkan penderita DM mudah mengalami infeksi oleh bakteri dan jamur.
Yang tergolong komplikasi  metabolisme akut  hyperglikemia yaitu :
(1)  Ketoasidosis Diabetik (DKA)
Apabila kadar insulin sangat menurun, pasien mengalami hiperglikemi dan glukosuria berat, penurunan lipogenesis, peningkatan lipolisis dan peningkatan oksidasi asam lemak bebas disertai pembentukan benda keton. Peningkatan keton dalam plasma mengakibatkan ketosis. Peningkatan produksi keton meningkatkan beban ion hidrogen dan asidosis metabolik. Glukosuria dan ketonuria yang jelas juga dapat mengakibatkan diuresis osmotik dengan hasil akhir dehidrasi dan kekurangan elektrolit. Pasien dapat menjadi hipotensi dan mengalami syok. Akibat penurunan oksigen otak, pasien akan mengalami koma dan kematian.
(2)   Hiperglikemia, hiperosmolar, koma nonketotik (HHNK)
Sering terjadi pada penderita yang lebih tua. Bukan karena defisiensi insulin absolut, namun relatif, hiperglikemia muncul tanpa ketosis. Hiperglikemia berat dengan kadar glukosa serum > 600 mg/dl. Hiperglikemia menyebabkan hiperosmolaritas, diuresis osmotik dan dehidrasi berat.
(3)     Hipoglikemia (reaksi insulin, syok insulin) terutama komplikasi terapi insulin.
Penderita DM mungkin suatu saat menerima insulin yang jumlahnya lebih banyak daripada yang dibutuhkan untuk mempertahankan kadar glukosa normal yang mengakibatkan terjadinya hipoglikemia.
Menurut Brunner & Suddarth (2002) hipoglikemia adalah keadaan dimana kadar gula darah turun dibawah 50-60 mg/dl (2,7-3,3 mmol/L). Keadaan ini dapat terjadi akibat pemberian insulin atau preparat oral yang berlebihan, konsumsi makanan yang terlalu sedikit atau karena aktivitas fisik yang berat. Tingkatan hypoglikemia adalah  sbb:
(1)   Hipoglikemia ringan
Ketika kadar glukosa menurun, sistem saraf simpatik akan terangsang. Pelimpahan adrenalin kedalam darah menyebabkan gejala seperti perspirasi, tremor, takikardi, palpitasi, kegelisahan dan rasa lapar.
(2)   Hipoglikemia sedang
Penururnan kadar glukosa yang menyebabkan sel-sel otak tidak memperoleh cukup bahan bakar untuk bekerja dengan baik. Berbagai tanda gangguan fungsi pada sistem saraf pusat mencakup ketidakmampuan berkonsentrasi, sakit kepala, vertigo, konfusi, penurunan daya ingat, patirasa didaerah bibir serta lidah, bicara pelo, gerakan tidak terkoordinasi, perubahan emosional, perilaku yang tidak rasional,
(3)  Hipoglikemia berat
Fungsi sistem saraf mengalami gangguan yang sangat berat sehingga pasien memerlukan pertolongan orang lain untuk mengatasi hipoglikemi yang dideritanya. Gejalanya dapat mencakup perilaku yang mengalami disorientasi, serangan kejang, sulit dibangunkan dari tidur atau bahkan kehilangan kesadaran.
Penanganan harus segera diberikan saat terjadi hipoglikemi. Rekomendasi biasanya berupa pemberian 10-15 gram gula yang bekerja cepat per oral misalnya 2-4 tablet glukosa yang dapat dibeli di apotek, 4-6 ons sari buah atau teh manis, 2-3 sendok teh sirup atau madu. Bagi pasien yang tidak sadar, tidak mampu menelan atau menolak terapi, yaitu diberikan larutan dextrose 40% sebanyak 2 flakon secara iv tiap 10-20 menit hingga pasien sadar disertai pemberian cairan dextrose 10% perinfus 6 jam perklof, dapat juga dengan preparat glukagon 1 mg dapat disuntikkan secara SC atau IM. Glukagon adalah hormon yang diproduksi sel-sel alfa pankreas yang menstimulasi hati untuk melepaskan glukosa.
Tanda dan gejala hipoglikemia menurut  Budisantosa dan Imam Subekti (2004:162):
1.      Stadium para simpatik            : lapar, mual, tekanan darah turun
2.      Stadium gangguan otak ringan : lemah, lesu, sulit bicara kesulitan menghitung sederhana
3.      Stadium simpatik: keringat dingin pada muka terutama dihidung, bibir atau tangan dan berdebar-debar
4.      Stadium gangguan otak berat: koma (tidak sadar) dengan atau tanpa kejang
7.2  Komplikasi Kronik Jangka Panjang
1)  Komplikasi mikrovaskuler adalah komplikasi pada pembuluh darah kecil, diantaranya:
·      Retinopati diabetika, akibat glukosa darah yang mendadak tinggi. Yaitu kerusakan mata seperti katarak dan glukoma atau meningkatnya tekanan pada bola mata. Bentuk kerusakan yang paling sering terjadi adalah bentuk retinopati yang dapat menyebabkan kebutaan.
·      Nefropati diabetika, yaitu gangguan ginjal yang diakibatkan karena penderita menderita diabetes dalam waktu yang cukup lama. Hal ini terjadi akibat terjadinya kebocoran protein plasma sehingga terjadi peningkatan tekanan darah ginjal yang berperan sebagai stimulus.
·      Neuropati diabetika yaitu gangguan sistem syaraf pada penderita DM. Indera perasa pada kaki dan tangan berkurang disertai dengan kesemutan, perasaan baal atau tebal serta perasaan seperti terbakar.
2)      Komplikasi makrovaskular adalah komplikasi yang mengenai pembuluh darah arteri yang lebih besar, sehingga menyebabkan atherosklerosis. Akibat atherosklerosis antara lain timbul penyakit jantung koroner, hipertensi, stroke, dan gangren pada kaki.

 II. Konsep Asuhan Keperawatan
A.    Pengkajian
1.      Identitas
Usia: DM Tipe 1 Usia < 30 tahun, DM Tipe 2 Usia > 30 tahun, hipoglikemia lebih banyak terjadi pada DM tipe I. Pendidikan dan pekerjaan, orang dengan pendapatan tinggi cenderung mempunyai pola hidup dan pola makan yang salah. Cenderung untuk mengkonsumsi makanan yang banyak mengandung gula dan lemak yang berlebihan atau diet yang berlebihan.
2.      Keluhan utama
Pucat, sakit kepala, merasa lelah, gemetar, keringat dingin, penurunan kesadaran
3.  Riwayat penyakit sekarang
Dominan muncul adalah sering kencing, sering lapar dan haus, berat badan menurun, pusing, kesemutan, kebas, kelemahan.
4.   Riwayat kesehatan dahulu
Hipoglikemia dapat terjadi pada penderita yang sudah lama menderita DM , sedang dalam pengobatan DM, penyakit ginjal, penyakit hati
5.      Riwayat kesehatan keluarga
Menurun menurut silsilah karena kelainan gen yang mengakibatkan tubuh tidak dapat menghasilkan insulin.
6.      Data Psikososial
Ansietas, stress, tergantung pada orang lain, masalah finansial yang berhubungan dengan kondii pasien.
7.      Kebutuhan sehari – hari ( A D L )
·   Nutrisi
nafsu makan menurun/ hilang, mual muntah,  penurunan berat badan,  tidak mentaati diet, peningkatan masukan glukosa atau karbohidrat,  haus.
·   Aktivitas dan Istirahat
lemah, letih,  kram otot, tonus otot menurun, kesulitan untuk  bergerak atau berjalan, gangguan istirahat dan tidur. Pada KAD juga bisa ditemukan data penurunan kesadaran.
·   Eliminasi
perubahan pola berkemih (poliuria), nokturia, rasa nyeri terbakar, kesulitan berkemih, ISK, nyeri tekan abdomen.
8.      Pemeriksaan Fisik
a.    Sistem Pernapasan
Pernafasan kusmaul, RR meningkat, dispneu, nafas bau keton, penggunaan otot bantu nafas, retraksi ICS.

b.  Sistem Cardiovaskuler
     Takhikardia, hipotensi, disritmia, bola mata cekung (pada dehidrasi), mukosa bibir kering, akral dingin
c.  Sistem Persarafan
     Kejang, gangguan penglihatan (kabur, diplopia, buta),  mengantuk, letargi, disorientasi,  stupor/koma (penurunan kesadaran), kesemutan
d.   Sistem pencernaan
        Mual, muntah, lapar, distensi abdomen, haus
e.    Sistem Perkemihan
Frekuensi BAK meningkat, glukosuria, ISK
f.     Sistem Reproduksi / Seksualitas
Flour albus, jamur pada vagina, impotensi
g.     Sistem Integumen
Kulit kering, kulit teraba  panas, warna  kemerahan, turgor kulit jelek (pada dehidrasi), bisa didapatkan ulcus ataupun gangren pada kaki
h.    Sistem muskuloskeletal
Kelemahan, skala kekuatan otot menurun

B.     Diagnosa Keperawatan
    1.    Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan keseimbangan asam basa akibat diabetes melitus ditandai dengan pernapasan kusmaul, napas bau keton, RR meningkat, terdapat retraksi ICS, penggunaan otot bantu pernafasan.
    2.    Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan penurunan kadar glukosa dalam jaringan ditandai dengan penurunan kesadaran, nyeri kepala, mual, kejang, nadi menurun, TD menurun.
    3.    PK penurunan curah jantung berhubungan dengan penurunan aliran darah yang ditandai dengan takikardia, denyut lemah, hipotensi, kulit pucat.
    4.    Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan penurunan ambilan dan penggunaan glukosa oleh oleh jaringan mengakibatkan peningkatan metabolisme protein/ lemak.
    5.    Kekurangan volume cairan tubuh berhubungan dengan diuresis osmotik ditandai dengan penurunan BB, kulit/mukosa kering, haluaran urine berlebihan, haus, mata cowong.
    6.    Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan gangguan aliran darah yang ditandai dengan sianosis, akral dingin, CRT > 2 dtk, kulit pucat.
    7.     Intoleran aktivitas berhubungan dengan gangguan sistem transfort O2 yang ditandai dengan keletihan dan kelemahan, pusing, RR dan nadi meningkat.
    8.    Resiko cidera berhubungan dengan penurunan kesadaran.
    9.    Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan gangguan sirkulasi perifer akibat diabetes melitus yang ditandai dengan adanya lesi pada kulit, ulkus, pus.

C.    Intervensi
1.      Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan keseimbangan asam basa akibat diabetes melitus ditandai dengan pernapasan kusmaul, napas bau keton, RR meningkat, terdapat retraksi ICS, penggunaan otot bantu pernafasan.
Tujuan: Pasien dapat menunjukkan perbaikan oksigen yang adekuat setelah dilakukan tindakan keperawatan dengan kriteria hasil:
-          Nadi 60-100x/mnt
-          RR 12-20 x/mnt
-          BGA dalam batas normal (Ph;7,35-7,45,  BE ±3 atau ±2, PCO2;35-45, PO2;85%-100%, SaO2;98%-100%)
-          Tidak ada retraksi ICS
-          Tidak ada penggunaan otot bantu pernafasan
Intervensi:
a)      Jelaskan kepada keluarga penyebab dari sesak
R/ Sesak terjadi karena adanya penumpukan benda keton akibat kurangnya glukosa dalam jaringan.
b)      Berikan posisi semifowler
R/ Meningkatkan inspirasi maksimal dan mengurangi tekanan dari isi abdomen
c)      Kolaborasi dalam pemberian oksigen dengan metoda yang diharuskan
R/ Oksigen memperbaiki hypoksia, diperlukan  observasi yang cermat terhadap aliran dan prosentase pemberian
d)     Kolaborasi dalam pemberian obat (Nabic) sesuai indikasi dan pemeriksaan BGA
R/ Nabic diberikan bila pH < 7,1. Pemberian Nabic untuk mengembalikan keseimbangan asam basa, pemberian Nabic berlebihan  dapat menimbulkan asidosis serebral. Pemeriksaan BGA membantu suplai O2 ke tubuh
Memantau keseimbangan dalam darah
e)      Observasi  sesak pasien, nadi, RR, retraksi ICS, penggunaan otot bantu pernafasan
R/ Deteksi  adequatnya distribusi oksigen dalam tubuh

2.      Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan penurunan kadar glukosa dalam jaringan ditandai dengan penurunan kesadaran, nyeri kepala, mual, kejang, nadi menurun, TD menurun.
Tujuan: Pasien menunjukkan perfusi jaringan serebral adekuat setelah dilakukan tindakan keperawatan dengan criteria hasil:
- Klien tidak gelisah/kesadaran membaik
- Tidak ada keluhan nyeri kepala, mual, kejang.
- GCS 456
- Pupil isokor, reflek cahaya (+)
- Tanda-tanda vital normal (nadi 60-100 x/mnt, pernafasan 16-20 x/mnt, TD 100-140/70-90 mmHg)
Intervensi:
a)      Berikan penjelasan kepada keluarga klien tentang tentang tindakan yang akan dilakukan
R/ Meningkatkan peran serta dan partisipasi pasien/keluarga dalam tindakan keperawatan yang akan dilakukan
b)      Anjurkan kepada klien untuk bed rest totat
R/ mengurangi kebutuhan O2 dalam tubuh sehingga tidak memperberat gejala
c)      Berikan posisi kepala lebih tinggi 15-30 dengan letak jantung (head up)
R/ Mengurangi tekanan arteri dengan meningkatkan drainage vena dan memperbaiki sirkulasi serebral.
d)     Kolaborasi dengan
·   Dokter dalam pemberian:
-  oksigen dengan metoda yang diharuskan
R/ Oksigen memperbaiki hypoksia, diperlukan  observasi yang cermat terhadap aliran dan prosentase pemberian.
-  cairan parenteral Dext
R/ Dextrose mengandung glukosa yang dapat meningkatkan kadar darah pada pasien dengan hipoglikemi.
·   Ahli gizi dalam pemberian diet DM bebas
R/ pemberian diet DM bebas dapat meningkatkan kadar gula dan menghindari dari hipoglikemi berulang.
e)      Observasi dan catat tanda-tanda vital dan kelain tekanan intrakranial tiap dua jam
R/ Mengetahui setiap perubahan yang terjadi pada klien secara dini dan untuk menerapkan tindakan yang tepat

3.      PK penurunan curah jantung berhubungan dengan penurunan aliran darah yang ditandai dengan takikardia, denyut lemah, hipotensi, kulit pucat.
Tujuan: Pasien mempertahankan atau meningkatkan curah jantung adekuat setelah dilakukan tindakan keperawatan dengan criteria hasil:
-          Nadi 60-100 x/mnt, pulsasi kuat
-          TD 100-140/70-90 mmHg
-          Perfusi hangat, kering dan tidak ada pucat/ sianosis
-          Pasien tidak gelisah dan tidak cepat lelah
Intervensi:
a)      Jelaskan pada klien dan keluarga tentang tindakan dan proses perawatan yang akan dilakukan
R/ Pengetahuan yang cukup akan meningkatkan peran serta dan ketelibatan pasien dan keluarga dalam tindakan keperawatan yang akan dilakukan.
b)      Batasi aktivitas selama fase akut.
R/ Peningkatan rangsang akan meningkatkan katekolamin yang dapat meningkatkan disritmia dan vasokonstriksi serta meningkatkan kerja miokard.
c)      Kolaborasi dalam pemberian:
-          Oksigen à meningkatkan jumlah sediaan oksigen untuk miokard yang menurunkan iritabilitas yang disebabkan oleh hipoksia.
-          Antidisritmia à meningkatkan kerja potensial, durasi dan periode refraktori efektif dan menurunkan respons membran
-          Masukan IV à jalan masuk paten diperlukan untuk pemberian obat darurat.
d)     Observasi tanda vital (tensi, nadi, suhu, kesadaran, pernafasan), keadekuatan perfusi jaringan (akral hangat, sianosis (-), pernafasan cuping hidung (-), dan haluaran urine (1cc/kgBB/jam).
R/ Penanganan cepat untuk mengakhiri disritmia diperlukan pada adanya gangguan curah jantung dan perfusi jaringan











DAFTAR PUSTAKA


Carpenito & Moyet. (2006). Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Alih Bahasa Monica Ester.  Jakarta: EGC.

Doenges, dkk., (2000). Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Alih bahasa Monica Ester   Jakarta: EGC.
 
Price & Wilson. (2006) Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.  Alih bahasa Adji Dharma . Jakarta: EGC.

Smeltzer, Suzanne C. (2002) Keperawatan Medikal Bedah. Alih bahasa Monica Ester. Jakarta: EGC.

Soeparman, (2000). Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

Sujono & Sukarmin. (2008). Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Eksokrin & Endokrin pada Pankreas. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Tjokronegoro, Arjatmo. (2002). Penatalaksanaan Diabetes Mellitus Terpadu. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.